Langkahku terasa pasti. Pasti semangat. Pasti sampai. Pasti selamat. Pasti ketemu. Pasti hanya Tuhan yang bisa menjamin keselamatanku. Aku ingin tahu siapa ayahku dan dua orang yang ada di foto itu. Selembar foto lama sedikit mengejutkanku. Foto diriku ketika kecil dulu sedang merangkul anak kecil perempuan yang sepertinya sebaya denganku, wajahnya agak sedikit mirip, tapi........rambutnya pirang. Tidak hanya aku dan gadis itu, ada pula seorang lelaki yang diperkirakan 2 atau 3 tahun lebih tua. Perawakannya tinggi, berbadan kekar, kulit putih, rambutnya kepirangan. Tampan rupawan.
"Mereka adalah saudara tirimu, nak." Jawab ibuku tentang misteri dua orang yang tengah berfoto bersamaku ketika aku masih kecil. Aku bahkan sudah lupa kalau pernah bertemu mereka.
Sasya, nama si gadis bule yang berfoto denganku. Aku merasa mirip dengannya, bedanya dia bule, aku buluk. Sun, nama lelaki tinggi yang ternyata adalah kakak tiriku. Bangganya punya kakak tampan. Begitu pikirku. Sun lahir ketika ayah menikah dengan seorang gadis jawa. Sasya lahir ketika ayah menikah dengan gadis Kalimantan. Aku lahir ketika ayah menikah dengan ibuku. Tentu saja. Singkatnya, kami saudara 1 ayah tapi beda ibu. Rupanya, ayahku orang Belanda. Sayang, aku tidak ditakdirkan berwajah bule.
Namaku Sea. Artinya laut. Ibu bilang, ayah meninggalkan ibu ketika tengah dalam perjalanan laut. Ibu tak pernah bercerita kenapa ayah pergi begitu saja. Apa karena aku jelek? tidak, waktu ayah meninggalkan ibu, aku belum lahir. Ayah punya 3 istri, dari masing-masing istri, punya seorang anak dengan kualitas prima, kecuali aku. Mungkin ada kesalahan gen.
Sasya berkulit putih, aku hitam, eeemmm....sawo kematangan. Sasya berambut pirang, aku sedikit ikal dan karena itu, aku menutupnya dengan penutup kepala. Untuk saat ini, aku tidak menyebutnya sebagai kerudung. Sasya berwajah manis, cantik, imut, aku......kurang manis, kurang cantik dan kurang imut. Aku tidak bisa membayangkan bagaiman wajahnya sekarang. Wajahku sekarang.....not bad. Aku tidak akan membandingkan diriku dengan Kak Sun, karena sudah pasti aku tidak kekar.
Ibu hanya memberikan beberapa clue. Clue itulah yang kugunakan dalam perjalanan pencarian ayah dan juga saudara-saudara tiriku. Ayah sempat tinggal di Semarang, lalu pindah ke Surabaya, tak lama kemudian hijrah ke Papua, kurang betah, akhirnya ayah berlabuh di Padang, tempat tinggalku sekarang. Mungkin karena ayah tidak doyan masakan pedas khas Padang, akhirnya ayah pulang kampung ke Amsterdam. Disitulah ayah berpisah dengan ibuku dalam perjalanan laut. Kesimpulannya, kemungkinan besar, ayah ada di Belanda, negeri kincir-kincir yang banyak bunga tulip. Tentang Sasya dan Sun, tidak ada yang tahu di mana mereka. Kejadian di foto itu ada karena ibu Sasya dan Sun mendatangi ibu untuk mencari ayah kala itu. Satu hal yang aku tahu, Sasya dan Sun juga pasti akan mencari ayah. Ibu bilang, ayah tidak pernah membawa serta anak-anak atau istri-istrinya dalam setiap pelariannya.
Belakangan aku tahu dari ibu, ternyata ayah adalah seorang Backpacker Pencari Hati. Mencari hati di setiap pulau yang dia datangi, cocok, nikah deh! punya anak deh! Eh pisah! Jangan berpikir kalau aku susah payah mencari ayah karena kangen dan alasan-alasan puitis lainnya. Katakan tidak untuk ayah yang tak bertanggung jawab.
Lalu untuk apa kau bersusah payah mencari ayahmu? Begitulah kiranya rumput-rumput pinggir jalan bertanya padaku. Lalu aku berteriak, "AYAHKU BULEEEE...MAU PAMEEERRR.....HAHAHAHAHA."
Kemudian langkahku terhenti di kantor imigrasi.
I'm coming Netherland.............
Can't wait to see you, Sasya and Sun.........
Yuk Mariiiii :D
Sumber gambar: http://mengukircerita.wordpress.com/2014/07/30/kisah-ayam-dan-angsa-part2-mencari-ayah/
Absurd abis sampai ending. Ini mau dibikin bersambung atau apa?
BalasHapusDan "Backpacker Pencari Hati"? What?!
Gak juga, cuma iseng aja itu mah heu...
HapusNah itu baru kepikiran pas ngetik wkwkwkwk
Ya intinya cum lg kesyel trus pengen ketak ketik ajah udah _--_