Alhamdulillah, aku diberi kesempatan untuk menyaksikan Screening Film Negeri 5 Menara bersama para blogger lainnya, lengkap dengan penulis novel Negeri 5 Menara, beberapa pemain dan crew-nya hehe. Film ini diangkat dari Novel Laris Negeri 5 Menara, karya A.Fuadi. Kali ini, aku bakal me-review Film Negeri 5 Menara, tentu saja ini hanya menurut kacamataku saja, simak ya!
Film dibuka dengan pemandangan khas sebuah desa, yaitu persawahan, kebun, dan hewan-hewan ternak yang sedang diasuh oleh pemiliknya. Sangat terlihat bahwa desa tersebut berada di daerah Sumatera Barat, dengan bahasa Minang yang begitu kental diucapkan oleh warga desa itu. Tentu saja setting waktu dalam film ini sekitar tahun 1980-an.
Dua orang anak yang berlari dengan gembira menuju pinggir sungai, meluapkan segala kegembiraan mereka karena telah lulus SMP. Alif dan Randai, dua sahabat yang memiliki cita-cita untuk melanjutkan SMA di Bandung dan ingin kuliah di ITB seperti Habibie.
Cita-cita Alif untuk sekolah di Bandung terhambat karena Amak/Ibu (Lulu Tobing) menginginkan Alif untuk melanjutkan pendidikan ke pesantren, tepatnya di Pondok Madani, Ponorogo, Jawa Timur. Tentu hal ini memicu ketidaksetujuan Alif.
Ada yang membuat aku terheran-heran, Ayah (David Chalik) Alif mengajak Alif untuk menjual kerbau satu-satunya yang dimiliki Ayah Alif. Saat itu, Ayah bertransaksi dengan calon pembeli. Ayah Alif dan calon pembeli memasukkan tangan ke dalam sarung dan bernegosiasi layaknya transaksi biasa. Tentu saja aku merasa aneh dengan cara negosiasi seperti itu.
"Jalani saja dulu, barulah nanti kita tahu, apa yang terbaik untuk kita"
Sebuah pelajaran berharga yang diberikan seorang ayah kepada anaknya dari sebuah sarung, yang akhirnya membuat Alif setuju untuk sekolah di pesantren. Amak Alif pun sangat senang ketika Alif bertanya, "Bagaimana cara agar rendang tahan selama sebulan?". Kira-kira pertanyaannya seperti itu, tentu saja dalam bahasa Minang. Satu pertanyaan Alif itu, sudah cukup menandakan bahwa Alif setuju atas permintaan Amaknya.
Alif akhirnya harus meninggalkan mimpinya sekolah di Bandung untuk sementara. Kini Alif harus berkenalan dengan rumah barunya, Pondok Madani.
Aku sudah pernah melihat berita tentang Pondok Madani dan kali ini, aku benar-benar merasakan suasana sebuah sekolah pesantren di tahun 1980-an, klasik. Alif mengikuti ujian masuk dengan berbekal doa dan pulpen turun-temurun milik ayahnya, sama sekali tidak ada unsur jimat kok hehe. Aku sudah sangat yakin kalau Alif pasti lulus ujian masuk dan memang benar. Menurutku, film akan usai jika Alif tidak lulus.
Alif mendapat lima teman baru yang akan menjadi teman sekamar dan semestinya menjadi teman dekatnya, Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung, dan Baso dari Goa.
Tokoh unik dalam film ini, yaitu Baso yang berasal dari Goa, Sulawesi Selatan. Baso adalah yang paling alim di antara empat teman-temannya, paling tidak, itu menurut aku. Terlihat saat Baso yang mengaji saat jam kosong, meski aku hanya melihatnya saat awal Alif masuk pesantren. Kemudian ketidakinginan Baso bertatapan langsung dengan wanita, ditandai dengan ucapan Astagfirullah setiap Baso tak sengaja menatap seorang wanita. Tentunya itu salah satu poin plus-plus bagi penonton.
"Man Jadda Wajada"
"Barang siapa yang bersungguh-sungguh, maka dia akan berhasil"
Emmm...ini termasuk tagline dari Film Negeri 5 Menara. Ketika seorang guru masuk kelas dengan membawa sebilah parang dan sebatang bambu. Kemudian sang guru memotong bambu tsb dengan parang yang ternyata sudah tumpul/karatan. Dengan penuh semangat, sang guru yang bernama Ust Salman, memotong bambu itu hingga putus, meski harus sampai berkeringat dan ngos-ngosan.
capture from trailer
"Bukan yang tajam yang menang, tapi yang bersungguh-sungguh"
Penerapan Man Jadda Wajada memang begitu jelas dalam film ini. Saat Baso mengikuti lomba pidato Bahasa Inggris, padahal dirinya tidak pandai berbahasa Inggris. Baso berlatih dengan giat di depan teman-temannya. Alif pun mengeluarkan bakat isengnya dengan membuat "orang-orangan" seolah-olah penonton dengan berbahan bola sepak, sarung, kayu/tiang, kaos, peci. Orang-orangan sawah itu berhasil membuat Baso lancar berpidato pada saat tampil di mimbar, padahal sebelumnya sempat tersendat-sendat.
capture from trailer
Penerapan kata "bersungguh-sungguh" pun diterapkan Alif dkk untuk bersama-sama memperbaiki generator. Hal ini dipicu seringnya listrik padam di pondok tsb. Aku menyadari, bahwa ketika kita protes tentang suatu keadaan, tentunya kita tahu apa penyebab beserta penyelesaiannya, jangan hanya bisa protes saja. Begitulah yang dialami Alif dkk saat mengajukan protes kepada Kiai Rais (Ikang Fawzi) tentang seringnya listrik mati pada saat-saat penting.
Alif merasa harus memiliki kegiatan di luar kelas. Alif memutuskan untuk masuk klub majalah sekolah, Syams, itu nama majalahnya. Kak Fahmi (Andhika Pratama) bertanya, "Apa hebatnya jadi jurnalis?". Alif hanya menggeleng, tanda tak tahu.
"Hebatnya jadi jurnalis, kamu bisa mengubah dunia hanya dengan kata-kata, just with words."
Pertama kali melihat judul "Negeri 5 Menara", aku berpikir bahwa ada 5 sahabat yang masing-masing punya cita-cita untuk mengunjungi sebuah menara, entah itu Menara Eifel, Menara Pisa, atau menara-menara lainnya. Tapi setelah melihat filmnya, ternyata ada 6 sahabat, bukan 5. Well, aku bingung, apa maksud 5 Menara itu?
Aku menemukan jawabannya dalam scene saat keenam sahabat sedang berbincang-bincang. Mereka membicarakan tentang cita-cita mereka di masa depan, tempat apa yang ingin dikunjungi. Ternyata, ada 5 tempat yang menjadi tujuan mereka ke depan, yaitu Benua Asia, Al Azhar (Mesir), London, Amerika, dan tentunya Indonesia. Sejak saat itu, terbentuklah Sahibul Menara.
Sahibul Menara
Puncak cerita adalah ketika Alif dkk mementaskan drama tentang Ibnu Batutah, seorang pengembara yang pernah mengunjungi beberapa tempat di berbagai belahan dunia. Pentas seni ini sekaligus persembahan untuk Baso yang akhirnya harus pulang ke Goa karena neneknya sakit dan sebatang kara.
Scene Terlucu
Aku sangat terhibur saat adegan Alif dkk dihukum oleh "Mike Tyson" karena terlambat ke Masjid dengan menyuruh mereka menjewer telinga teman di sampingnya. Alhasil, jewer-jeweran pun terjadi, mereka membentuk lingkaran dan saling menjewer. Setiap Mike Tyson berteriak "Lebih kencang lagi", saat itu pula Alif dkk mengencangkan jewerannya masing-masing, lengkap dengan ucapan "Astagfirullah" dan "Allahu Akbar" ketika jeweran semakin kencang.
capture from trailer
Scene Terharu
Saat Alif memutuskan untuk merantau ke Jawa, menurutku cukup mengharukan. Tapi ternyata scene saat Baso harus kembali ke Goa dan meninggalkan teman-temannya, menurutku jauh lebih mengharukan. Cukup menguras emosi penonton.
Scene Terkasian
Alif ingin sekali berfoto bersama Sarah, keponakan Kiai Rais yang cantik. Kebetulan, hal itu dijadikan taruhan antara Alif dan salah seorang temannya. Saat itu, Alif beralasan, ingin mencoba automatic kameranya dan berfoto bersama Sarah dan saudaranya. Saat akan berfoto bersama, tiba-tiba Kiai Rais memanggil Sarah dan saudaranya. Intinya, gagal foto deh haha. Kasian Alif.
Scene Terfavorit
Minum susu dengan piring, bukan dengan gelas dan susunya diambil dari ember. Awalnya kupikir karena gelasnya kurang atau memang adat istiadat hehe.
Scene Teraneh
Ini hanya aneh menurutku saja. Saat perjalanan dari Sumatera Barat menuju Jawa Timur, Alif mabuk darat alias muntah-muntah, tapi saat pulang dari liburan ke Bandung bersama teman-temannya, Alif tidak mabuk saat naik mobil. Entah itu mobil atau bis, aku tidak tahu, tidak terlihat. Mungkin Alif sudah terbiasa naik mobil.
Kritik dari seorang awam
Ini hanya uneg-uneg saja.
- Saat Alif dkk liburan ke Bandung, sempat disorot bagian depan ITB. Untuk aku yang memang tinggal di Bandung, tentu saja tahu kalau itu adalah ITB, tapi kenapa tulisan Institut Teknologi Bandung tidak ikut di sorot, barangkali orang lain tidak tahu kalau itu ITB. Mudah-mudahan aku tidak salah lihat.
- Ciri khas Kota Bandung adalah Gedung Sate, tapi aku hanya melihat Gedung Sate disorot sekilas saja, ketika Alif dkk melewati Gedung Sate dengan sepeda. Kurang ngena saja hehe.
- Saat pementasan seni, entah kenapa hanya menampilkan dua kelompok saja. Menurutku terlalu sedikit dan agak kurang berwarna. Aku membayangkan, ada beberapa kelompok yang mementaskan seni, entah itu paduan suara (nasyid/khasidahan), theater atau drama.
- Saat pementasan Dance, rasanya jadi sedikit mengurangi aroma pesantren (ceileh). Aku juga tidak tahu, apakah di tahun 1980-an sudah ada dance dengan pakaian yang menurutku sudah maju hehe.
- Endingnya kurang nancep. Kupikir, Sahibul Menara akan mengunjungi menara tujuannya masing-masing, seperti yang sudah mereka janjikan sebelumnya. Di sini, aku malah tidak mengenali mereka karena memangnya ceritanya, Alif dkk sudah besar. Yang aku tahu hanyalah Alif dan Baso yang memang jelas diceritakan. Atau aku saja yang kurang memperhatikan, ya? Di sini hanya terlihat "2 menara", London dan Indonesia. Sisanya hanya melalui foto, itupun tidak begitu jelas, foto siapa dan dimana.
Sebuah film, tentunya ada kelebihan dan kekurangan, tapi apapun kekurangannya, film ini tetep wajib untuk ditonton. Selain karena banyak pelajaran yang dapat diambil, film ini juga bisa dinikmati oleh semua umur kok. Banyak juga quote-quote bagusnya^___^
"Orang besar bukanlah seorang ketua partai, ketua MPR/DPR atau ketua ormas Islam. Orang besar adalah ketika ia bisa membagi ilmunya kepada orang-orang di pelosok, di kolong jembatan."
Yak, bagi yang penasaran dengan filmnya, siap-siap nonton tanggal 1 Maret, ya!
Nobar Negeri 5 Menara
Yuk Mariii