4 Mei 2020

PANCA INDRA AZURA [CERPEN]

“Azura Rosi Chavi”
Begitulah ketika seorang cewek kulit putih, rambut panjang diikat satu ke belakang, blesteran Indo-Inggris menuliskan namanya di papan tulis. SMA Kartika menjadi sekolah barunya di Indonesia setelah menghabiskan masa kecilnya di Inggris. Dia tak bicara apapun setelah menuliskan namanya, ia langsung duduk di bangku kosong, di sebelah Arina, cewek asli Indonesia, berambut sebahu dan matanya agak sipit.
SMA Kartika termasuk salah satu sekolah swasta elit di Bandung dan bisa dipastikan bahwa penghuni sekolah ini bukan dari kalangan orang biasa, tapi LUAR BIASA, dalam arti kantongnya tebel dan otaknya juga terisi. Sekolah elit ini memiliki sistem pembelajaran yang sudah berbasis multimedia sehingga makin tampak berkelas. Setiap siswa tak lagi memakai buku, tapi diberikan jatah satu netbook sebagai alat penunjang belajar. Papan tulis pun hanya sebagai hiasan semata, kurang lengkap kalau kelas tanpa adanya papan tulis dan jangan ditanya biaya SPPnya, MAHAL!.
Saat istirahat hampir semua murid mengunjungi kantin Kartika, tempatnya nyaman dan menunya pun gak kalah dengan menu restoran, jangan ditanya juga soal harga. Di dalam kelas hanya ada Arina dan Azura yang tetap duduk manis.
“My name is Arina, and you?” Sapa Arina seraya memberikan tangannya ingin bersalaman. Arina mengira Azura tak  bisa bahasa Indonesia karena dia lahir dan besar di Inggris.
Azura tetap diam sambil terus mengetik. Sepertinya ia mengetikkan sesuatu di netbook-nya untuk Arina.
Bukankah aku sudah menuliskan namaku di papan tulis. Kamu buta ya??
Tulisan di netbook Azura sontak membuat Arina kaget dan serba salah karena sudah menanyakan namanya. Ia hanya ingin mendengar suaranya karena sejak dia datang, dia tak sedikit pun mengeluarkan suaranya.
“Ng..maaf, kalau begitu aku ke kantin ya. Nice to meet you.” Arina beranjak sambil melambaikan tangan tapi Azura tetap diam membisu sambil terus mengetik-ngetik sesuatu di netbook-nya.
Benarkah mata untuk melihat dan mulut untuk berbicara?
Apa yang seharusnya dilihat oleh mata dan dikatakan oleh mulut?
Kenapa aku hanya melihat dan mengatakan kebohongan?   -Azura-
Azura terus-terusan menatap layar netbook-nya dengan sangat serius sambil sesekali menampakan kesedihan di wajahnya. Waktu istirahat pun habis dan Azura masih setia duduk manis hingga semua teman-temannya datang. Sang guru pun masuk kelas dengan membawa buku-buku tebal dan pelajaran Biologi pun dimulai.
“Tolong jelaskan apa yang kalian tahu tentang Panca Indra?” Tanya Bu Reina, guru Biologi lulusan UGM. Ibu Reina memang sering mengajukan pertanyaan sederhana di awal pelajaran, katanya untuk pemanasan. Hampir semua murid mengacungkan tangan, tapi sepertinya Ibu Reina tertarik untuk menunjuk seseorang yang sedari tadi asik dengan netbook-nya.
“Azura Rosi Chavi!” Panggil Ibu Reina yang sudah mengetahui tentang anak baru di kelas ini. “Stand up please...and...what do you think about the five senses?” Ibu Reina mengajukan pertanyaan, tanpa tahu kalau Azura bisa berbahasa Indonesia. Mungkin nama dan orangnya yang tak terlihat seperti orang Indonesia, jadi tanpa sadar Ibu Reina mengajaknya berbicara dalam Bahasa Inggris.
Azura langsung berdiri tapi tak langsung menjawab pertanyaan Ibu Reina, dia maju ke depan kelas, mendekati laptop yang ada di atas meja guru dan mulai mengetik-ngetik sesuatu. Azura membuka notepad dan mulai mengetikkan satu kalimat. Apa yang diketik Azura dapat dilihat pada layar LCD karena laptop guru sudah tersambung ke LCD. Semua murid termasuk Ibu Reina hanya bisa bengong tanpa kata dan penasaran apa yang akan diketikkan oleh Azura.
Panca indra, khususnya MATA dan LIDAH, cuma bisa menghasilkan KEBOHONGAN saja!!!
Satu kalimat! Cukup membuat semua terdiam tanpa kata, tanpa ucapan, tanpa sanggahan, bahkan Ibu Reina masih menatap satu kalimat itu dengan seksama, sementara murid lain memandangi Azura yang langsung kembali ke tempat duduknya dengan pandangan aneh bin ajaib. Setelah duduk, Azura kembali ke rutinitas awalnya, berkutat dengan netbook kesayangannya. Azura tidak menerima jatah netbook dari sekolah, dia memilih membawa sendiri netbook-nya. Kembali ia serius menatapi layar netbook-nya dan sibuk mengetik dengan terus menampakkan wajah inocent-nya. Teman-temannya pun baru tahu kalau Azura bisa Bahasa Indonesia.
Satu kejadian unik di kelas 1-A, cukup mudah untuk menjadi unik di seluruh kelas. Tiga puluh mulut kelas 1-A akan mudah menyebarkan isu ataupun gosip ke seluruh pelosok sekolah, termasuk kantin bahkan toilet. Nama Azura pun melejit bak selebritis dadakan yang akhir-akhir ini banyak muncul di TV gara-gara video lipsink di Youtube. Azura tetap cuek dan masa bodo, dia tetap meluruskan pandangan pada satu titik di layar benda kesayangannya. Arina dan teman-teman sekelasnya sempat penasaran dengan makhluk unik ini.
“Hei Azura!” Panggil Neva, teman sekelas Azura. “Dikirain cuma bisa Bahasa Inggris, gak taunya bisa bahasa Indo juga to?ngomong atuh dari tadi.” Kata Neva dengan logat sunda khasnya. Azura tetap diam membisu, membuat Neva agak geram. “HEI! Aku gak lagi ngomong ama patung kan??” Gertak Neva, Azura masih tetap anteng. “Tunggu...tunggu...jangan-jangan.....” Neva berpikir sejenak. “Dia ini bisu!!” Terka Neva sambil melirik ke arah Azura. “Iya gak sih? Sejak dia masuk kelas pertama kali, dia emang gak pernah buka suara seucrit pun kan?brati dia bi-su!” Celoteh Neva. Arina sempat kesal, rasanya tak perlu berkata seperti itu di depan teman-teman sekelas.
Azura hanya menatap Neva beberapa detik, setelah itu kembali mengutak-ngatik “si kecil” yang selalu nempel di atas meja. Neva makin geram tapi tak berniat melanjutkan ocehannya, Neva berpikir kalau Azura memang bisu dan tak berniat mengajaknya ngobrol lagi, ia melengos meninggalkan Azura dan pergi bersama teman-teman satu gengnya. Neva memang memiliki pribadi judes dan sangat pilih-pilih teman.
Azura tak selalu lengket dengan netbook-nya. Sesekali dia berjalan ke luar kelas, tentu saja setelah menyimpan netbook-nya di loker lalu menguncinya agar tak ada tangan jahil yang menyentuh “si kecil”. Namun, Azura bukan keluar kelas untuk makan atau paling tidak ke toilet, dia hanya berdiri dan bersandar di dinding kelas atau melihat suasana ramai sekolah saat istirahat. Arina suka mengikutinya diam-diam, ingin tahu atau lebih tepatnya penasaran. Hasilnya, Arina hanya melihatnya sering berdiri dengan tatapan kosong, seperti orang bingung atau nyaris kesurupan! Setiap hari, Arina menyempatkan diri menguntit Azura yang makin sering keluar, biasanya dia tak pernah keluar kelas dan selalu nempel dengan “si kecil”. Beberapa kali wajah Arina terlihat bingung atau kaget melihat tingkah Azura.
***
Pelajaran Matematika..
Ibu Santi menuliskan satu soal Matematika di papan tulis. Rupanya papan tulisnya masih berguna, gak cuma sebagai hiasan.Soalnya cuma satu dan sangat singkat tapi cukup membuat tiga puluh pasang mata sontak melotot, bingung, soal apa itu? Ibu Santi memang sangat terkenal dengan soal singkat mematikan buatannya.Ibu Santi memberikan sebuah soal tantangan, jika ada yang bisa menjawab soal singkat ini dengan benar, maka dia tak perlu ikut ulangan harian atau ujian semester. Hadiah yang ditawarkan memang sangat menggiurkan tapi memang sangat sebanding dengan soal yang ditawarkan. Semua siswa sibuk kasak kusuk dengan teman sebelah atau teman di belakangnya. Hanya selang beberapa detik dan di tengah kasak kusuk siswa berdikusi tentang soal tantangan itu, Azura dengan santainya maju dan mengambil spidol lalu sibuk menuliskan angka-angka gak jelas di papan tulis. Semua murid bengong tak percaya, tapi Ibu Santi serius menatap jawaban yang dituliskan Azura tanpa berkata sepatah kata pun.
Kurang dari lima menit, Azura selesai menuliskan jawaban dari soal tantangan itu. Sontak semua terperangah ketika Ibu Santi mengangguk pelan sambil tersenyum setelah melihat dengan seksama jawaban Azura. “Bagus Azura, nilai Matematikamu A!” Kata Ibu Santi tegas dan pasti. Satu huruf, “A”, telah membuat semua murid kelas 1-A kaget plus iri berat dengan Azura. Neva, memasang tampang geram dan pastinya menyimpan dendam, tapi sebenarnya apa salah Azura ya?
“Gue gak akan ngebahas soal sifat sok pinter lo itu!” Neva mulai ngebentak Azura tanpa ampun. “Gue cuma mau lo ngomong barang satuuu huruf aja!” Pinta Neva aneh. “BISA GAK???” Neva mulai meninggikan suaranya. Azura tetap santai sambil menuliskan sesuatu di selembar kertas kuarto lalu diperlihatkan pada Neva.
Mata Neva terbelalak ketika melihat isi dari kertas kuarto yang diperlihatkan oleh Azura. Hanya tertulis satu huruf, “A”, yang ditulisnya dengan ukuran hampir memenuhi kertas. Emosi Neva memuncak melihat tingkah Azura yang dianggapnya meremehkan dirinya.
“HEH!!GUE BUKAN NYURUH LO NULIS!TAPI NGOOOMONG!!BENERAN BISU YA LO??!!” Teriak Neva marah, terlihat dari wajah putihya yang berubah jadi merah. Azura sama sekali tak bergeming, sementara yang lain malah cengar-cengir karena ulah Azura yang udah jelas-jelas bakal bikin Neva turun derajat! Kali ini Arina turun tangan.
“Neva!Udah!!” Lerai Arina sembari melototin Neva. “Kamu gak bisa seenaknya ngomong begitu ke Azura! Azura punya HAK untuk ngomong atau nggak!Yang penting dia gak bikin ulah disini, lagipula dia emang pinter dan itu gak dibuat-buat atau sok!” Bela Arina dengan mata penuh permusuhan, dia tidak terima teman sebangkunya dipermalukan. Tapi untuk kali ini, Nevalah yang sudah dipermalukan karena ulanya sendiri.
Neva tidak membalas ucapan Arina dan pergi meninggalkan mereka beserta antek-anteknya. Azura sempat melirik Arina dengan tatapan heran. Dia mengira kalau teman sebangkunya ini kalem, adem ayem, kayak ayam mau betelor. Gak disangka-sangka, dia bisa membela Azura dan membalas kata-kata pedas Neva tanpa takut-takut, tapi gak ada yang tahu kalau di hatinya sebenarnya sangat takut.
***
Pelajaran Bahasa Inggris....
Bapak Ronald, guru Bahasa Inggris berdarah Australia, lulusan Oxford. Pak Ronald begitu disukai murid-muridnya hanya karena satu kata, “darling” dan juga wajah gantengnya. Pak Ronald sering menyebut murid-muridnya dengan sebutan “darling”, tentu saja membuat para murid putri serasa melayang di atas awan, jangan ditanya kalau murid cowoknya, asli merinding! Siang ini, Pak Ronald hendak memulai pelajaran dengan bercerita panjang lebar, tentu saja dengan Bahasa Inggris, setelah itu, baru dimulai ke pelajaran inti.
Belum sempat Pak Ronald berkata sepatah kata untuk memulai pelajaran, tiba-tiba Azura maju ke depan, berhenti di depan Pak Ronald lalu membungkukkan sedikit badannya tanda berpamitan, namun tanpa kata, dengan santai, Azura keluar kelas. Para murid hanya mematung, diam, heran, gak ngerti! Pak Ronald pun tak sempat berkata karena Azura langsung melengos keluar tanpa kata pula! Dengan sigap, Arina berdiri.
“Maaf pak, saya rasa Azura punya alasan khusus, saya yakin dia tak perlu lagi belajar Bahasa Inggris.” Jelas Arina yang bermaksud membela Azura.
“Saya mengerti dan mencoba menerima pembelaanmu Miss.Arina tapi...” Pak Ronald siaga 45. “Walaupun Azura itu asli Inggris, bukan berarti dia pintar Bahasa Inggris, dalam arti bukan pintar berbicara tapi pintar dalam mengenal segala seluk beluk tentang Bahasa Inggris. Kalian yang tak berdarah campuran pun tetap belajar Bahasa Indonesia kan?” Terang Pak Ronald dengan sikap bijaknya membuat semua murid tertegun dan lambat-lambat menerima penjelasan Pak Ronald, rupanya Pak Ronald ini sudah lancar Bahasa Indonesia. “Tidak apa-apa, ini bukan salahmu Miss.Arina, saya mengerti kondisi psikologis Miss.Azura saat ini. Mari kita lanjutkan pelajaran.”Arina hanya mengangguk pelan sambil menatap ke luar jendela.
Setelah Azura kembali, tak ada seorang pun yang mau atau berani mengajaknya ngobrol atau paling tidak bertanya. Arina pun hanya bisa menatapnya dengan beribu tanda tanya di kepalanya. Sedangkan Azura, tetap dengan kesehariannya, sibuk ngetik-ngetik di netbook-nya tanpa mengeluarkan sepatah kata.
Arina tak lagi bisa diam, dia begitu penasaran dengan pribadi Azura. Sekitar sebulan, Azura tak berbicara sama sekali, Arina tidak yakin jika Azura bisu. Akhirnya Arina memberanikan diri untuk bicara dengan Azura setelah semua murid pulang. Tinggal Azura yang masih setia di tempat duduknya. Arina sudah hafal dengan kebiasaan Azura yang tak langsung pulang, melainkan diam sejenak di bangkunya selama beberapa saat.
“Maaf sebelumnya, kamu sebenarnya tidak bisu kan, Azura?” Arina memulai dengan pertanyaan yang langsung menuju pokok permasalahan. Azura hanya menatap Arina sebentar lalu beralih lagi. “Aku pernah melihatmu sedang menelepon diam-diam saat semua murid sudah pulang. Bagaimana mungkin orang Tuna Wicara bisa menelepon tanpa bicara walaupun seandainya kamu pake bahasa isyarat. Kulihat, HPmu juga bukan model 3G. Kamu juga gak pernah kulihat menggunakan bahasa isyarat di depan orang seperti penyanda Tuna Wicara pada umumnya.” Arina terus memberikan pendapatnya sambil terus menatap Azura. “Aku tidak tahu apa kamu pura-pura bisu atau tidak, aku rasa itu bukan urusanku. Aku cuma ingin kamu percaya padaku dan bersedia menceritakan apa pun yang ingin kamu curahkan. Aku yakin kamu butuh teman.” Arina terus bicara sambil tetap menampakkan senyum di wajahnya. “Dan satu lagi...” Arina sedikit menghela nafas. “kenapa Netbook-mu pake huruf braille dan bukan QWERTY seperti pada umumnya?kamu kan tidak buta?Aku lihat kamu begitu lancar menggunakan keyboard braille itu, bahkan lebih lancar dibanding orang yang menggunakan keyboard QWERTY.”
Azura tetap diam, tapi kemudian dia membuka tasnya, mengambil sesuatu dari dalam tasnya, sebuah amplop berwarna biru. Azura memberikan amplop itu pada Arina. Arina menerimanya dengan tampang bingung. Lalu Azura berdiri diikuti dengan Arina, Azura memberikan senyum pada Arina. Senyum pertama yang diberikan pada seseorang selama dia sekolah di SMA Kartika. Sangat bisa ditebak, Arina begitu senang dan kembali membalas senyumnya, tapi kemudian, Azura langsung mengambil tasnya dan pergi meninggalkan Arina dalam tawa.
Arina begitu penasaran dengan isi suratnya. Dia buru-buru pulang untuk segera membaca surat dari teman sebangkunya itu. Pelan-pelan dibuka amplop biru nan cantik itu lalu mengambil kertas di dalamnya yang juga berwarna biru.
Dear Arina
Aku menulis surat ini karena sudah menduga suatu hari pasti kamu bakal banyak bertanya padaku. Namaku Azura Rosi Chavi, lahir dan besar di Inggris. Aku memang bisa Bahasa Indonesia karena ibuku orang Bandung dan sejak kecil, aku diajari 2 bahasa sekaligus.
Aku memang tidak bisu....aku bisa bicara....
Aku memang sengaja tak bicara karena aku tak mau mengeluarkan segala kebohongan lagi.
Kamu pasti bingung....
Mataku ini selalu melihat kebohongan, melihat tingkah polah orang tuaku yang begitu gemar selingkuh. Kupikir itu sudah menjadi hobi bahkan kebiasaan. Dan lidahku ini serasa sering merasa pahit setiap mengatakan sesuatu yang bersifat kebohongan, selalu berbohong ketika harus menyembunyikan perselingkuhan papa dan mamaku. Selalu berbohong ketika kakak perempuanku meminta aku mengatakan pada mama dan papa, bahwa dia anak baik dan pintar, padahal, kakak hobi clubbing dan minum minuman keras, belum lagi pergaulannya yang bebas. Apa kamu pikir aku tidak tersiksa melihat tingkah laku ortu dan kakakku?? Belum lagi telingaku yang jarang mendengar kebenaran, selalu saja kebohongan, bohong kalau papa sibuk kerja padahal lagi jalan sama pacar gelapnya. Bohong kalau mama sibuk meeting padahal lagi asik sama selingkuhannya dan bohong kalau kakak sibuk belajar buat ujian padahal lagi asik clubbing sama pacar premannya. Aku tau semuanya! Aku melihat! Aku mendengar! Dan aku berbicara!
Hidungku ini juga sudah capek mencium bau alkohol setiap hari, mencium kebohongan yang dilakukan keluargaku, bahkan kulitku ini selalu merinding setiap melihat tingkah laku mereka di luar. Aku harus bagaimana??Apa aku harus hancur seperti mereka?? Aku berpikir kalau aku tak perlu bicara, lebih baik diam daripada harus sering menebar kebohongan di setiap orang.
Untuk masalah huruf braille di netbook-ku, aku memang tidak buta, tapi aku pernah buta. Aku pernah memberikan mataku pada kakakku. Suatu hari, kakakku kecelakaan gara-gara dibonceng pacar sialannya dan ngebut sampai nubruk pembatas jalan hingga kakakku terlempar beberapa puluh meter, itu membuat mata kakakku buta karena luka serius. Sayangnya, kakak hanya menikmati mata barunya itu selama seminggu karena lagi-lagi kakak kecelakaan bersama pacar sialannya yang membuat kakak meninggal dan untungnya pacar sialannya itu ikutan mati jadi aku gak perlu nyewa pembunuh bayaran buat ngebunuh tu orang. Setelah itu, matanya dikembalikan padaku. Kakakku sendiri tidak tahu kalau mata barunya itu sebenarnya adalah mataku. Aku sendiri menggunakan mata kakakku yang rusak dan jadi buta. Aku menghafal huruf braille dalam sehari supaya tetap bisa menjalankan aktifitasku bersama “si kecil” netbook-ku. Kupesan khusus netbook itu, khusus untuk orang buta. Pada akhirnya aku bisa melihat lagi, tapi aku sudah terbiasa dengan keyboard braille itu. Begitulah kira-kira alur hidupku. Terus mengalir namun begitu menyiksa. Tapi yang pasti, aku begitu sayang pada orang tua dan kakakku.
Aku percaya padamu dan bersedia jadi temanmuJ
-Azura-
Arina sempat menitikan air mata saking terharunya membaca surat kehidupan Azura. Arina tak pernah menyangka kalau Azura hidup dengan penuh penderitaan, tapi Arina juga senang karena Azura mau jadi teman Arina. Azura, kau hebat!Satu kalimat singkat Arina. Arina melipat kembali kertas itu dan memasukkannya kembali ke dalam amplop birunya. Arina begitu penasaran ingin mendengar langsung suara Azura dan ingin ngobrol dengannya.
***
Arina berlari melewati koridor menuju kelasnya, kelas 1-A. Dia begitu semangat menyambut pagi, tak sabar ingin bertemu Azura, teman barunya, teman sebangkunya, dan bakal jadi sahabatnya. Arina membuka pintu kelas dengan semangat.
“AZURA..!!” Panggil Arina begitu dia membuka pintu kelas, tapi yang dicarinya tidak ada di tempat, padahal biasanya Azura selalu datang duluan sebelum Arina. Arina berjalan mendekati bangku Azura, tanpa sengaja, Arina melihat secarik kertas di laci meja Azura. Tanpa pikir panjang, Arina mengambil kertas itu dan membaca isinya.
Terima kasih dan sampai jumpa lagi, temanJ
Kalimat singkat itu membuat Arina kaget bukan kepalang. Arina langsung berlari keluar kelas menuju ruang guru, menanyakan keberadaan Azura dan...
“Azura sudah pulang ke Inggris, dia memang cuma sementara disini, cuma sebulan.” Kata Bu Lani, wali kelas 1-A.
Arina berjalan gontai menuju kelasnya, merasa sangat menyesal karena tidak bertanya sejak awal, dengan begitu dia bisa bicara dan mendengar suaranya sebelum Azura pergi. Kini, hanya tinggal kenangan hampa yang dirasanya, belum sempat ia mendengar suaranya, belum sempat ngobrol dengannya, belum sempat main ke rumahnya, belum sempat belajar bersama, belum sempat berbagi hidup dengannya. Hanya surat dan sebuah senyuman yang ditinggalkannya. Arina berhenti sejenak untuk melihat lagit biru cerah dan sekilas melihat bayangan wajah Azura yang sedang tersenyum. Senyum yang sama dengan senyum yang diberikan padanya. “Pantas namamu Azura...artinya langit biru yang cerah.” Kata Arina pelan seraya tersenyum memandang langit yang cerah, sama dengan Azura.
-SELESAI-

 Note: Kalau gak salah inget cerpen ini pernah aku ikutsertakan di lomba nulis cerpen, lupa deh.

1 komentar:

  1. Numpang promo ya Admin^^
    ayo segera bergabung dengan kami di ionqq^^com
    dengan minimal deposit hanya 20.000 rupiah :)
    Kami Juga Menerima Deposit Via Pulsa & E-Money
    - Telkomsel
    - XL axiata
    - OVO
    - DANA
    segera DAFTAR di WWW.IONPK.ME (k)
    add Whatshapp : +85515373217 x-)

    BalasHapus

was wes wos...^^

Welcome Home Anta!

Cek cerita hilangnya Anta DI SINI Sekitar 2 minggu yang lalu, di malam Jumat yang syahdu, notifikasi HP berdering berkali-kali. Si pecint...