23 Jan 2018

Berdialog dengan Bayangan

Biasanya, saya hampir tidak sempat mencurahkan fenomena-fenomena hidup yang amat berwarna ini. Bahasa kerennya, gak mood. Buat saya, punya mood atau suasana hati yang bagus itu penting. Itulah mengapa, saya tidak pernah berhasil menjadi penulis. 

Kali ini, saya sempat-sempatin ngetik mumpung dunia kerja belum kembali kejam. Tapi, masa iya mau ngisi blog receh ini harus nunggu awal tahun hmm. Lagi-lagi, inilah alasan ilmiah kenapa beberapa tulisan saya mangkrak manjyah di folder emmm lupalah di folder apa dan di mana heuheu.

Kali ini, saya mencoba mengisi blog ini bukan karna sedang good mood tapi justru sedang bad mood. Ada banyak hal di hidup saya yang belum bisa saya terima sepenuhnya. Agak berbahaya karna bisa saja kita masuk dalam golongan orang yang menolak kebenaran. Ya Allah jangan sampek!

Saya anggap ini proses. Proses menerima kebaikan dan kebenaran.

Dulu, saya cukup susah menjadi orang yang istiqomah berjilbab. Well, belang betong. Banyak yang menasehati, ngasih tahu, ngasih wejangan, tapi saya seolah tutup kuping sebodo teuing au ah gelap. Entah berapa tahun saya bertahan dengan sikap keras kepala ini. Saya bahkan sudah lupa, apa yang membuat saya berubah sedikit waras dan mulai paham. Paling tidak, saya punya rasa takut akan akibat ketika si kerudung ini masih berasa kayak topi, kadang dipake kadang dilepas.

Perlahan, proses mengenal kembali si kerudung mulai membuahkan hasil, paling tidak, emak saya udah gak ngomel kalau ke teras udah ketutup. Tapi, tetep belum sempurna. Masalah berikutnya, kaos kaki. 

Cuma jemur pakaian di teras depan rumah yang pagarnya ketutup harus pakai kaos kaki juga? atau pakai celana yang memang kurang longgar tapi atasan panjang juga ga boleh? Ribet amat yak. Lagi-lagi harus mengalami proses panjang untuk sesuatu yang terlihat simpel tapi penting. Cuma, nyatanya saya masih aja greget sendiri. 

Saya pernah dengar, ketika seseorang sudah sempurna berjilbab tapi kakinya belum ketutup, tetep gagal ke surga karna kakinya kebakar api neraka.

Aaaaaarrrggghhhhhh

Iya, saya memang kadang kesal karna itu. Apalagi kalau mood lagi jelek, cuma sekedar disuruh pakai kaos kaki ke teras rumah sama emak aja udah kayak disuruh ngangkut karung beras 25 kilo. Tuh, lagi-lagi mood dibawa-bawa.

Beda lagi kalau mood saya sedang indah, bisa tiba-tiba rajin, pakai rok dan kaos kaki. Otomatis, emak gak ngomel. Ini mah kuncinya saya harus dalam kondisi very good mood hmm...

Yeah...

Semakin tingginya iman seseorang, maka ujiannya pun bakal semakin tinggi dan sulit. Termasuk perkara penggunaan Bank Konvensional dan Bank Syariah. Awalnya saya seorang nasabah Bank Konvensional. Lalu emak minta saya beralih ke Bank Syariah. Well, ndak ada masalah buat saya, tinggal pindah doank dan tutup rekening lama. Selesai. Okelah, saya paham, meski ada juga beberapa orang yang bilang Bank Syariah juga ga ada bedanya sama Bank Konvensional. Menurut saya, minimal kita sudah berusaha menjauhi yang kemungkinan besar ada ribanya. Perkara si Bank Syariah ini ber-riba juga atau tidak wallahualam. Manusia cuma bisa berusaha, kan ya?

Masalahnya akan beda kalau saya yang diminta untuk ngasih tahu seseorang supaya dia pindah ke Bank Syariah. Ini juga salah satu kelemahan saya. Saya mending disuruh daripada menyuruh, apalagi kalau soal yang masih jadi perdebatan macem gini. Susah kalau misal gak cukup ilmu.

Humm...

Sesungguhnya kita ingin setiap jengkal langkah dan bulir rezeki kita ini berkah, gak mau ada sisipan haroom. Ya, masih berkaitan dengan Bank. Bagaimana dengan orang yang bekerja di Bank Konvensional?
Pertanyaan yang sama, bagaimana dengan orang yang bekerja di media online. Detailnya, dalam media online biasanya ada rubrik seleb blablabla, itu termasuk gosipkah? haromkah? walaupun bagiannya bekerja bukan sebagai wartawan atau penulis rubrik seleb dan sejenisnya. Dan lagi, saya diminta untuk menyuruh seseorang menggali lebih dalam tentang pekerjaannya sehingga kalau ada temuan yang bersifat negatif, mending pindah kerja aja. Andai, saya ataupun siapa saja bisa dengan mudah membangun usaha mandiri, tentu akan lebih tenang kana kita sendiri yang mengatur.

Saya butuh seseorang dengan ilmu tingkat tinggi untuk saya ajak diskusi masalah yang mungkin jarang kepikiran oleh sebagian orang. Berhubung lagi bad mood, saya jadi ngedumel sendiri, men-judge bahwa setiap perusahaan pasti ada saja sisipan negatifnya, cuma kita aja yang gak tahu dan merasa gak mau tahu, itu bukan urusan saya.

Saya, dan semua orang paham, bahwa rejeki itu bukan hanya sekedar mentah-mentah kita terima, tapi juga butuh keberkahan di dalamnya. Asik banget, kan, bahasa eike. 

Saya kesal, jengkel, bete. Saya kesal karna malas nyuruh-nyuruh orang, apalagi orang terdekat untuk ngelakuin sesuatu yang saya pun belum paham betul detailnya seperti apa. Kesal karna, kenapa saya merasa hidup begitu sulit dan merasa selalu saja salah. Harus gimana sih? gimana? Enough.

Saya tidak punya kemampuan komunikasi yang mumpuni, otomatis, maunya, bukan kata suruhan, tapi lebih ke arah diskusi, mencari solusi, mencari jalan tengah, jangan sampai menyinggung perasaan, jangan sampai merasa ada yang sok sok ngatur dan diatur. Intinya, saling menghargai, bukan men-judge.

Jadi, yang saya lakukan setiap kali ragu akan suatu informasi, adalah diam, menatap ke bawah seolah berdialog dengan bayangan. 

Banyak hal lain yang masih berkecamuk di kepala, misalnya soal gambar dan musik. Gambar seperti apa yang tidak dibolehkan dan musik seperti apa yang diharamkan. Pliss, saya suka baca komik, suka juga denegrin musik. Okey, memang frekuensinya tidaklah sering. Saat ini, saya menggunakan teknologi filter untuk memilah-milah komik mana yang sekiranya patut untuk dibaca dan musik dengan lirik mana yang maknanya sesuai etika.

Lagi, saya butuh berproses, berpikir, mencari, berdiskusi. Harap bersabar...

Maapkeun tumbenan bisa ngetik sepanjang ini.




Yuk Mariii !@#$%

10 komentar:

  1. Keren ceritanya, ini kali pertama saya berkunjung ke blog ini. Salam kenal ya.

    BalasHapus
  2. Bahkan superman yang baik hati pun ada musuhnya....
    eheheehhehe.
    pritilan? ini mah panjang

    BalasHapus
  3. Soal alas kaki yang nggak tertutup itu dan dibilang kakinya kebakar di neraka ternyata rumit, ya. Susah euy menutup aurat perempuan, di mana cuma wajah dan telapak tangan yang boleh terlihat. Sedangkan saya laki-laki, kalau ke warung aja tetep pake celana pendek karea males cuma sebentar doang masa pakai celana panjang. Hmm. :|

    BalasHapus
  4. Aku juga masih susah kalau yang masalah gambar. Ya tahu sendiri kalau anak seni rupa itu kaya gimana. Hehehe. Tapi kalau masalah musik, udah agak ngurangi sih, ya walaupun belum bisa 100% full, bener-bener off dari musik.

    BalasHapus
  5. ayo segera bergabung dengan kami hanya dengan minimal deposit 20.000
    dapatkan bonus rollingan dana refferal ditunggu apa lagi
    segera bergabung dengan kami di i*o*n*n*q*q

    BalasHapus

was wes wos...^^

Welcome Home Anta!

Cek cerita hilangnya Anta DI SINI Sekitar 2 minggu yang lalu, di malam Jumat yang syahdu, notifikasi HP berdering berkali-kali. Si pecint...